Prinsip-Prinsip Dasar dalam Penelitian Sejarah Lisan
Sejarah lisan adalah pencarian sumber-sumber yang berdasarkan pada sumber lisan atau disebut dengan oral history. Metode sejarah lisan sesungguhnya sudah lama digunakan. Di bawah ini akan dijelaskan tentang Prinsip-Prinsip Dasar dalam Penelitian Sejarah Lisan
Orang yang pertama kali menggunakan metode sejarah lisan ini adalah Herodotus sejarawan Yunani yang pertama. Dia mengembara ke tempat-tempat yang jauh untuk mengumpulkan bahan-bahan sejarah lisan. Selain Herodotus, terdapat pula orang Yunani, yaitu Thucydides. Untuk mengetahui sejarah perang Poloponesa, dia mencari kisah kesaksian langsung para prajurit yang ikut dalam perang.
Penggunaaan sejarah lisan di Indonesia, sebenarnya juga sudah lama dilakukan. Hal ini dapat dilihat dalam historiografi tradisional. Ciri adanya penggunaan sejarah lisan yaitu adanya kalimat seperti “Kata Sahibul Hikayat”, atau “Menurut yang empunya cerita”, dan sebagainya. Kalimat tersebut mengandung arti bahwa penulis historiografi tradisional mengumpulkan sumber- sumber melalui sumber lisan.
Sejarah lisan menjadi suatu metode mengalami perkembangan.
Metode ini kembali dilihat oleh para ahli terutama di Amerika Serikat pada abad ke-20. Penggunaan sejarah lisan mulai diperhatikan kembali oleh para sejarawan karena adanya kekhawatiran orang-orang yang masih hidup dan menyaksikan peristiwa akan meninggal, sedangkan mereka sendiri tidak membuat catatan- catatan tertulis. Memori yang dimiliki oleh para saksi peristiwa tersebut merupakan sumber informasi yang berharga.
Sejarah lisan dalam pelaksanaannya sebagai suatu metode yang modern dilakukan di Amerika Serikat pada tahun 1930-an. Para ahli pada saat itu menggunakan penelitian dengan metode lisan untuk melihat kenangan bekas para budak hitam. Penelitian yang dilakukan para ahli ini kemudian mengalami perkembangan. Sumber lisan yang dikumpulkan, tidak hanya dari orang-orang besar saja atau para tokoh, tetapi orang-orang kecil pun mereka wawancarai bahkan orang-orang yang buta huruf. Orang-orang ini sangat sulit mewariskan sumber-sumber tertulis.
Hal terpenting dari sejarah lisan adalah untuk mencari informasi-informasi yang luput atau lolos dari sumber tertulis. Banyak pembicaraan yang tidak terekam dalam sumber tertulis. Penemuan-penemuan teknologi memberikan bantuan penting terhadap metode sejarah lisan, misalnya telepon. Barangkali ada kebijakan-kebijakan pemerintah yang berangkat dari pembicaraan- pembicaraan telepon dan tidak tercatat dalam arsip resmi. Pembicaraan- pembicaraan ini, kalau terekam, tentu akan menjadi sumber lisan yang berharga.
Perkembangan teknologi sangat menunjang terhadap perkembangan sejarah lisan. Penemuan teknologi tersebut seperti ditemukannya alat perekam (phonograph) pada tahun 1877. Perkembangan alat perekam pada tahun 1960, dengan ditemukannya tape recorder, semakin memudahkan untuk menyimpan data atau sumber lisan.
Ada beberapa hal atau prinsip yang harus diperhatikan dalam melakukan penelitian sejarah lisan, yaitu sebagai berikut.
1. Perencanaan wawancara
Perencanaan yang baik akan menghasilkan pengumpulan sumber lisan yang sangat baik. Oleh sebab itu, perencanaan wawancara harus benar-benar diperhatikan oleh orang-orang yang akan melaksanakan wawancara lisan.
Berikut adalah langkah-langkah yang harus dilakukan dalam perencanaan wawancara:
Langkah pertama dalam perencanaan adalah menetapkan orang yang akan kita wawancarai. Agar wawancara itu berjalan dengan lancar sebaiknya sebelum wawancara itu dilaksanakan kita mempelajari latar belakang dari orang tersebut. Selain itu seorang pewancara harus menguasai materi yang akan ditanyakan. Untuk menguasai materi yang akan ditanyakan, sebaiknya pewancara terlebih dahulu membaca literatur-literatur yang berkaitan dengan materi pembicaraan.
Langkah Kedua, sebelum kita melakukan wawancara langsung, sebaiknya orang yang akan kita wawancarai dihubungi terlebih dahulu dan mengadakan perjanjian kapan wawancara itu dilakukan.
Langkah ketiga ialah menetapkan pertanyaan-pertanyaan yang akan kita tanyakan. Sebaiknya kita membuat daftar pertanyaan dan pertanyaan yang kita ajukan bukan pertanyaan yang menghendaki jawaban berupa “ya” atau “tidak”. Jadi, yang ditanya hendaknya “Mengapa?”, “Bagaimana?”, “Di mana”. Jenis pertanyaan ini untuk menghindari jawaban “ya”, atau “tidak”. Kalau kita mendapatkan jawaban “ya”, atau “tidak”, maka kita tidak akan mendapatkan sumber yang banyak. Sebaiknya ikhtisar pertanyaan yang akan kita tanyakan dikirim terlebih dahulu kepada informan atau diberikan terlebih dahulu secara lisan. Diharapkan dengan dikirimkannya pertanyaan- pertanyaan kepada informan, maka informan akan mempersiapkan diri dalam memberikan jawaban-jawaban dan memberikan informasi yang lebih banyak.
Langkah keempat adalah menyiapkan alat perekam atau tape recorder. Kita harus terampil menggunakan alat perekam, jangan sampai pada saat wawancara dilakukan tape recorder tidak berfungsi. Kita harus menyiapkan berapa kaset yang kita butuhkan. Jumlah kaset yang kita butuhkan tergantung pada lamanya waktu yang kita perlukan pada saat wawancara.
2. Pelaksanaan wawancara
Dalam melaksanakan wawancara, sebaiknya pewancara mampu menciptakan situasi yang kondusif. Wawancara yang dilakukan bukanlah suatu dialog. Dalam dialog biasanya terjadi interpretasi terhadap fakta, baik yang dilakukan oleh pewancara maupun informan. Hal yang harus diperhatikan dalam wawancara adalah mendapatkan kisah pengalaman dari orang yang sedang diwawancarai. Pewancara berbicara hanya sebatas mengarahkan pertanyaan yang diajukan kepada informan.
Jangan sampai pewancara banyak berbicara dan menggurui informan. Dalam rekaman sebaiknya suara yang banyak terekam adalah suara informan, bukan pewancara. Apabila suara informan banyak terekam, maka akan memberikan fakta sejarah yang cukup banyak.
3. Orang yang diwawancarai
Siapakah orang yang diwawancarai? Orang yang kita wawancarai seharusnya orang yang langsung menyaksikan peristiwa yang kita teliti. Hal ini perlu dilakukan agar informasi yang diberikan lebih akurat. Seberapa banyak orang yang diwawancarai? Hal itu tergantung pada kebutuhan informasi yang kita perlukan, bisa individu maupun kelompok. Kalau kita hanya menulis biografi seorang tokoh, mungkin hanya satu orang, tetapi kalau kita menulis sebuah peristiwa mungkin bisa mewawancari orang yang lebih banyak.
4. Materi wawancara
Agar materi wawancara yang kita cari sesuai dengan yang kita harapkan, sebaiknya kita menetapkan tema apa yang menjadi penelitian kita. Tema penelitian menjadi pegangan utama dalam menetapkan materi yang akan kita tanyakan kepada informan. Oleh sebab itu, materi harus disesuaikan dengan informan, artinya informan yang kita cari adalah orang yang mengetahui materi yang akan kita tanyakan.
Misalnya kita akan menulis sejarah dengan tema kehidupan sosial ekonomi suatu daerah pada masa revolusi, maka kita harus merumuskan dahulu apa yang dimaksud dengan kehidupan sosial ekonomi dalam penelitian itu. Faktor-faktor apakah yang menjadi ciri-ciri sebuah kehidupan sosial ekonomi, misalnya pendidikan, lapangan pekerjaan, pendapatan, kehidupan kegamaan, dan lain-lain. Dengan telah dirumuskannya kehidupan sosial ekonomi, maka faktor-faktor tersebutlah yang akan kita tanyakan kepada informan.
Itulah penjelasan dari keempat prinsip dalam penelitian sejarah lisan. Semoga artikel ini dapat memberi manfaat.